Rabu, 04 Maret 2009

Akreditasi, Kebutuhan Setiap Perguruan Tinggi Swasta


AMINUDDIN SALLE. Dunia pendidikan di Indonesia masih di bawah standar dibanding negara lain di dunia. Berbagai fasilitas di lembaga perguruan tinggi juga masih jauh dari harapan untuk mendukung peningkatan sumber daya pendidikan kita. Belum lagi program studi yang terakreditasi di PTS yang masih berkisar 15 persen, khususnya di wilayah Kopertis Wilayah IX. Tentunya, ini sangat berpengaruh kepada luaran perguruan tinggi untuk diterima di dunia kerja.

---------------

Akreditasi, Kebutuhan Setiap Perguruan Tinggi Swasta

Oleh: Prof Dr H Aminuddin Salle SH MH
(Koordinator Kopertis Wilayah IX Sulawesi)

Harian "Fajar", Makassar
2 Mei 2008
(cetak.fajar.co.id)

Dunia pendidikan di Indonesia masih di bawah standar dibanding negara lain di dunia. Berbagai fasilitas di lembaga perguruan tinggi juga masih jauh dari harapan untuk mendukung peningkatan sumber daya pendidikan kita. Belum lagi program studi yang terakreditasi di PTS yang masih berkisar 15 persen, khususnya di wilayah Kopertis Wilayah IX. Tentunya, ini sangat berpengaruh kepada luaran perguruan tinggi untuk diterima di dunia kerja.

Bagaimana meningkatkan persentase akreditasi di PTS ini, dan apa kontribusi Kopertis Wilayah IX pada Hari Pendidikan Nasional yang diperingati hari ini? Berikut wawancara wartawan Fajar Ruslan Ramli dan Silahuddin Genda dengan Koordinator Kopertis Wilayah IX Prof Dr Aminuddin Salle. Petikannya:

Bagaimana Anda melihat perkembangan perguruan tinggi swasta (PTS) yang tergabung di Kopertis Wilayah IX?

Sejauh ini perkembangannya mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Sejak masuk di Kopertis IX sebagai koordinator, saya mendorong tiga visi untuk menjadikan Kopertis IX sebagai lembaga terkemuka di Indonesia yakni; peningkatan mutu, penegakan hukum, dan kebersamaan yang harmonis.

Peningkatan mutu antara lain dengan menggelar pelatihan-pelatihan kepada dosen. Pelatihan ini penting untuk mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang andal. Bagaimana mungkin mahasiswa bisa menjadi alumni yang berkualitas, kalau dosennya tidak bermutu.

Sedangkan penegakan hukum menyangkut komitmen untuk melakukan penertiban bagi PTS yang tidak punya izin penyelenggaraan kuliah. Tidak sedikit perguruan tinggi yang mengadakan proses perkualiahan, padahal belum memiliki izin. Kasus semacam inilah yang mau ditertibkan.

Secara internal di lingkungan Kopertis IX, persoalan penegakan hukum juga diberlakukan. Kalau ada yang salah diberi sanksi, dan kalau ada yang berprestasi diberi reward.

Sementara kebersamaan yang harmonis menyangkut kemampuan setiap PTS untuk saling bekerja sama demi peningkatan mutu. Dengan jumlah 311 PTS di Kopertis IX, 6.000-7.000 dosen, dan 1.014 program studi, maka ini adalah potensi besar untuk maju.

Kalau dikelola dengan bagus potensi ini, masing-masing PTS akan berkembang. Tetapi kalau masing-masing hanya jalan sendiri-sendiri, maka sulit untuk maju.

Dari 1.014 program studi yang ada di Kopertis IX, berapa banyak di antaranya yang sudah terakreditasi?

Harus diakui bahwa sampai saat ini baru sekitar 15-20 persen PTS yang sudah terakreditasi. Masih cukup banyak PTS yang belum melakukan akreditasi. Untuk satu perguruan tinggi saja, ada beberapa program studinya sudah terakreditasi, tetapi masih ada pula yang belum.

Termasuk PTS di Sulsel, masih banyak program studi yang belum terakreditasi. Yang rajin justru PTS di Manado.

Apa sebenarnya standar akreditasi bagi suatu perguruan tinggi?

Ada beberapa standar yang dipakai yakni; kepemimpinan, kemahasiswaan, SDM, kurikulum, prasarana dan sarana, pendanaan, tata pamong, sistem pengelolaan, sistem pembelajaran, suasana akademik, sistem informasi, sistem jaminan mutu, lulusan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, dan program studi.

Apa sebenarnya persoalan utama dengan masih minimnya akreditasi itu?

Yang pertama masalah kepedulian dari penyelenggara untuk meningkatkan mutunya.

Apa dampak bagi perguruan tinggi yang tidak melakukan akreditasi?

Ke depan, alumninya bisa saja tidak diterima oleh suatu pelaksana kerja (perusahaan), karena program studinya belum terakreditasi. Saat ini banyak pelaksana kerja yang membutuhkan tenaga kerja dengan melihat administrasi program studinya.

Apakah sudah terakreditasi atau belum. Kalau belum, mereka tidak mau menerimanya. Kalau kondisinya begini, berarti yang rugi adalah alumni dan perguruan tingginya.

Apa upaya Kopertis IX terhadap masih minimnya program studi yang terakreditasi?

Harus diketahui bahwa yang menyelenggarakan akreditasi adalah Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT). Akreditasi adalah upaya BAN-PT untuk menilai dan menentukan status kualitas institusi perguruan tinggi berdasarkan standar mutu yang telah ditetapkan. Kopertis IX hanya bisa mengimbau PTS untuk melakukan akreditasi.

Karena kalau tidak, yang rugi adalah perguruan tinggi dan alumninya. Banyak kasus yang terjadi di tengah masyarakat di daerah-daerah, pendaftarannya ditolak karena program studinya belum terakreditasi.

Bagaimana pula dengan perguruan tinggi swasta yang membuka suatu program studi namun tidak punya peminat?

Ya, segera ditutup. Bagi saya kalau memang ada perguruan tinggi yang membuka suatu program studi, namun tidak direspons, maka langsung dilaporkan ke kita. Tutup saja. Kalau ada kemudahan untuk ditutup (program studi), berarti ada pula kemudahan untuk membuka.

Selain persoalan akreditasi, bagaimana sistem perkuliahan jarak jauh yang banyak melahirkan sarjana instan?

Sebenarnya, kuliah jarak jauh tidak dibenarkan sesuai aturan. Apalagi, kalau perguruan tinggi itu membuka pada satu provinsi. Yang dibenarkan adalah kuliah kelas jauh.

Apa bedanya kuliah jarak jauh dengan kelas jauh?

Itu sangat berbeda. Kuliah jarak jauh, itu lebih kepada sistem perkuliahan yang dilakukan dari jarak jauh atau sebuah lembaga perguruan tinggi membuka kelas pada satu provinsi.

Sedangkan, kelas jauh biasanya menggunakan perkuliahan dengan sistem teknologi informasi, seperti teleconference. Ini dilakukan oleh Universitas Terbuka (UT).

Apa harapan Anda sebagai Koordinator Kopertis Wilayah IX?

Sebagai koordinator tentunya saya sangat mengharapkan keseriusan perguruan tinggi swasta untuk melakukan akreditasi. Bila perlu, mereka berlomba-lomba mengurusnya untuk kepentingannya sendiri.

Apa kontribusi Kopertis IX di Hari Pendidikan ini?

Kopertis akan memberikan peniti emas kepada sembilan tokoh masyarakat non kependidikan yang peduli pendidikan. Misalnya, gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo, Gubernur Sulut Sinyo Hery Sarundayang,

Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad, Bupati Muna Ridwan Bae, Bupati Luwuk Banggai Mamun Amin, pendiri Mega Rezky Alimuddin, Hasan Sulur (yayasan pendidikan di Sulbar) Zikir Sewal (yayasan Hikmat Makassar), dan Andi cecep Lantara (ketua yayasan pendidikan Makassar).

Apa indikatornya sampai diberikan pengharagaan itu?

Itu karena kerja dan karya nyata serta kepedulian mereka kepada dunia pendidikan. (ruslan@fajar.co.id)

[Terima kasih atas kunjungan, komentar, saran, dan kritikan anda di blog: http://kopertis9-sulawesi.blogspot.com/]

1 komentar:

Asrul (Yayasan Ulfa Husada) mengatakan...

Ass.Alaikum...Sempat mampir N menambah wawasan tentang Akreditasi PTS...semoga manfaat...maaf (izin) sy rencana reposting wawancara diatas ke blog sy di http://asrulhoesein.blogspot.com N silakan kunjungi dan komentar disana sobat.... N mohon bimbingannya, kami bermaksud mendirikan PTS/D3 di bagian selatan sulawesi selatan.. Sampai jumpa...Sukses :)