Kamis, 25 Maret 2010

Kuliah di Pascasarjana Tak Harus Linier Ilmunya



keterangan gambar : Prof Jasruddin

Prof Jasruddin:
Kuliah di Pascasarjana Tak Harus Linier Ilmunya

Makassar, 25 Maret 2010

Oleh: Asnawin

Banyak sorotan yang ditujukan kepada perguruan tinggi penyelenggara program pascasarjana, antara lain karena menerima mahasiswa dari berbagai jurusan atau program studi dan membebaskan mereka memilih salah satu jurusan yang tersedia meskipun latar belakang ilmunya tidak linier.

Seorang dokter misalnya, secara logika harus memilih program magister (S2) kesehatan atau menjadi dokter spesialis, tetapi kenyataannya mereka memilih jurusan lain.

Seorang insinyur atau sarjana teknik juga seharusnya melanjutkan kuliah program magister pada jurusan yang sama atau serumpun dengan jurusan yang telah diambil pada program sarjana (S1), tetapi kenyataannya banyak insinyur yang melanjutkan kuliah pada program magister manajemen atau magister sosial.

‘’Seharusnya mereka lanjut kuliah S2 dan S3 pada jurusan yang sama atau serumpun, agar mereka menjadi ahli di satu bidang ilmu tertentu,’’ kata Koordinator Kopertis IX Sulawesi, Prof Dr HM Basri Wello MA, dalam berbagai kesempatan.

Menanggapi sorotan tersebut, Direktur Program Pascasarjana (PPs) Universitas Negeri Makassar (UNM), Prof Dr Jasruddin MSi, kepada penulis di ruang kerjanya, Rabu, 24 Maret 2010, mengatakan, kuliah pada program pascasarjana tak harus linier ilmunya.

‘’Yang saya tahu itu boleh-boleh saja. Filternya masyarakat sebagai pemakai. Jadi biarkanlah masyarakat yang menilai,’’ katanya.

Setiap dosen memang diharapkan melanjutkan kuliah (S2 dan S3) pada jurusan yang sama atau serumpun, tetapi tidak semua orang yang lanjut S2 atau S3 adalah dosen. Di luar dosen, bisa saja setiap orang melanjutkan kuliah pada jurusan yang sesuai kebutuhannya masing-masing.

Yang harus dilakukan oleh perguruan tinggi adalah melakukan tes masuk secara benar dan bisa dipertanggungjawabkan, mewajibkan mahasiswa mengikuti program matrikulasi, serta mewajibkan mahasiswa yang berasal dari jurusan berbeda (tidak linier)mengikuti mata kuliah unvulen (mata kuliah pada program sarjana atau S1 yang memang seharusnya dikuasai sebelum melanjutkan kuliah pada program S2).

‘’Mata kuliah unvulen itu tidak termasuk mata kuliah wajib yang berjumlah minimal 36 SKS bagi mahasiwa program magister.

Kopertis IX Diharapkan Proaktif



keterangan gambar : dr. Subari Damopolii

Kopertis IX Diharapkan Proaktif
-STIKES Muhammadiyah Makassar Siap Beroperasi

Oleh: Asnawin

Makassar, 23 Maret 2010

Perguruan tinggi kini tidak perlu lagi jauh-jauh ke kantor Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas RI di Jakarta untuk mengajukan permohonan perpanjangan izin penyelenggaraan program studi (prodi) atau mengusulkan pembukaan prodi baru.

Kewenangan untuk memproses kedua hal tersebut kini diserahkan kepada Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis). Setelah semua syarat telah dipenuhi PTS, barulah Kopertis melanjutkan prosesnya ke Ditjen Dikti Depdiknas untuk mendapatkan surat keputusan.

Sehubungan dengan hal tersebut, pengelola PTS berharap Kopertis Wilayah IX Sulawesi proaktif melakukan sosialisasi, membimbing, dan membantu PTS, agar proses pengusulan perpanjangan izin penyelenggaraan prodi atau pembukaan prodi baru berjalan lancar dan SK-nya segera terbit.

‘’Kami bersyukur kalau Kopertis sudah mendapatkan kewenangan memproses usul perpanjangan izin penyelenggaraan atau pembukaan program studi (prodi) baru dari PTS, tetapi Kopertis harus proaktif melakukan sosialisasi, membimbing, dan membantu, supaya prosesnya cepat dan SK-nya segera terbit,’’ kata Direktur Akademi Kebidanan (Akbid) Muhammadiyah Makassar, dr H Subari Damopoli’i, kepada Humas Kopertis IX Sulawesi, Asnawin, di Makassar, Selasa, 23 Maret 2010.

Dia berharap Kopertis Wilayah IX Sulawesi sudah siap melaksanakan kewenangan tersebut, karena pihaknya punya pengalaman kurang bagus pada tahun 2009.

Tahun lalu, Akbid Muhammadiyah Makassar yang berada di bawah satu yayasan (Badan Pelaksana Harian) dengan lima akademi kesehatan lainnya, mengajukan permohonan konversi menjadi Sekolah Tinggi Kesehatan (Stikes) Muhammadiyah Makassar kepada Dirjen Dikti Depdiknas RI.

Berkasnya dibawa langsung ke Jakarta pada bulan Maret 2009 ke Ditjen Dikti Depdiknas dan diterima secara resmi. Pengurus BPH Akademi-akademi Kesehatan Muhammadiyah Makassar kemudian diminta pulang ke Makasar sambil menunggu proses pemeriksaan berkas sebelum terbitnya SK.

Beberapa bulan kemudian mereka mengecek kembali ke Jakarta. Ternyata berkasnya dinyatakan hilang. Mereka kemudian membuat kembali pengusulan dan berkasnya dibawa langsung lagi ke Ditjen Dikti, tetapi beberapa bulan kemudian berkasnya lagi-lagi dinyatakan hilang.

‘’Sekarang kami terpaksa membuat ulang lagi. Itu bukan pekerjaan ringan, karena berkasnya banyak dan butuh biaya ratusan ribu rupiah. Banyak karena kami terdiri atas enam akademi. Sekarang kami terpaksa meminta bantuan Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk bersama-sama mengawal berkas tersebut, supaya tidak hilang lagi dan bisa segera diproses lebih lanjut,’’ ungkap Subari.

Siap Beroperasi

Enam akademi kesehatan Muhammadiyah Makassar yang akan dikonversi menjadi Sekolah Tinggi Kesehatan (Stikes) Muhammadiyah Makassar, terdiri atas Akademi Kebidanan (Akbid), Akademi Keperawatan (Akper), Akademi Kesehatan Lingkungan (AKL), Akademi Analis Kesehatan (AAL), Akademi Teknik Elektromedik (ATEM), serta Akademi Teknik Radiodiagnostik (ATRO) Muhammadiyah Makassar.

‘’Stikes Muhammadiyah Makassar sudah siap beroperasi, tinggal menunggu izin penyelenggaraan dari Dirjen Dikti Depdiknas,’’ tandas Subari.